Rumah merupakan bentukan benda tetap yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pernyataan ini bisa dikatakan sebagai kebenaran dan kesalahan yang saling berkesinambungan. Jika menilik dari sejarah bangsa sendiri, yaitu sejarah dari tanah pulau Jawa, Rumah merupakan wadah hidup yang diartikulasikan mempunyai nyawa untuk menopang manusia dalam berumah tangga dan menjalani kehidupan pada kesehariannya. Orang Jawa membuat rumah dengan kesadaran penuh terhadap guna masing-masing pembentuk rumah tersebut, mulai dari pondasi hingga struktural penutup rumahnya. Mereka memberikan arti berdasarkan fungsi kegunaan benda-benda tersebut sebagai bagian dari Rumah. Mulai dari pemilihan bahan hingga nama-nama setiap materialnya mempunyai arti yang sakral dan sangat jujur terhadap fungsi-fungsi kebaikan untuk kehidupan manusia.
Kesadaran akan hal tersebut membuat mereka menggunakan hitungan-hitungan hari dan tanggal sebagai sarana kecocokan terhadap penghuni rumahnya. Karena hal tersebut dan akibat dari pembelajaran sejarah terdahulunya, maka mereka membuat Rumah seakan-akan memiliki nyawa, sehingga mereka membuat keseluruhan Rumah menggunakan sistim knockdown dan hal ini menjadikan rumah dapat dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal tersebut dimungkinkan, karena material kayu pada dahulu kala sangat banyak dan sangat bagus sebagai rumah tinggal. Keseluruhan sambungan konstruksinya dapat dilepas dan disatukan kembali tanpa merusak bentuk dan keindahan rumahnya. Hal itu terbukti, bahwa sampai saat ini banyak peninggalan rumah-rumah Jawa seperti Rumah Limasan dan Rumah Joglo masih berdiri tegak dan masih diperbaharui pembuatannya.
Rumah Limasan memiliki sistim struktur knockdown yang sangat simple, sehingga sistim struktur ini masih dipakai sampai saat ini. Sambungan-sambungan kayu di perkuat dengan sistim sundhuk, sehingga kelenturan daya elastisitas material kayu dapat memberikan gerakan-gerakan tertentu yang dapat meredam getaran atau goncangan akibat dari pergeseran tanah atau gempa bumi. Hal ini dimungkinkan karena mereka belajar dari nenek moyang terdahulu yang sudah merasakan bahaya gempa bumi terhadap bangunan. Pembelajaran sistim sederhana ini harus dilestarikan sebagai nilai sejarah dan nilai estetika struktur yang harus dikembangkan sebagai sistim-sistim yang lebih modern yaitu hadir rumah bambu semi bangunan tembok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar